Mengenal 5 Tokoh PKI Indonesia
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah sebuah partai politik di
Indonesia yang telah bubar. PKI adalah partai komunis non-penguasa
terbesar di dunia setelah Rusia dan Tiongkok sebelum akhirnya PKI
dihancurkan pada tahun 1965 dan dinyatakan sebagai partai terlarang pada
tahun berikutnya.
Menyambut diperbolehkannya kembali penayangan
Film G30S/PKI oleh pemerintah yang sempat mengundang kontroversi, ada
baiknya kita mengenal 5 tokoh PKI berikut ini.
1. Musso
Musso
alias Munawar Muso adalah tokoh komunis Indonesia yang memimpin Partai
Komunis Indonesia (PKI) pada era 1920-an. Ia memproklamirkan
Pemerintahan Republik Soviet Indonesia pada 18 September 1948 di Madiun.
Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan menggantinya dengan Negara Komunis.
Namun dalam
waktu tidak lebih dari dua minggu, kekuatan bersenjata tentara Muso
dihancurkan pasukan TNI yang menyerang dari Jawa Timur (pimpinan Kol.
Sungkono) dan Jawa Tengah (pimpinan Kol. Gatot Subroto). Muso dan
pimpinan PKI Madiun melarikan diri.
Tanggal 31 Oktober 1948,
pasukan TNI di bawah pimpinan Kapten Sumadi memergoki Muso di Purworejo.
Muso menolak menyerah dan melarikan diri. Dia bersembunyi di sebuah
kamar mandi. Di sana dia terlibat baku tembak hingga tewas.
Muso
dilahirkan di Kediri, Jawa Timur 1897, adalah anak Rono Wijoyo, seorang
pelarian pasukan Diponegoro. Saat di Surabaya Musso pernah kos di rumah
milik HOS Tjokroaminoto, guru sekaligus bapak kosnya. Selain Musso di
rumah kos itu juga ada Soekarno , Alimin, Semaun, dan Kartosuwiryo.
Musso,
Alimin, dan Semaun kemudian dikenal sebagai tokoh kiri Indonesia.
Sedangkan Kartosuwiryo menjelma menjadi tokoh Darul Islam, ekstrem
kanan. Mereka dicatat dalam sejarah perjalanan revolusi di Indonesia.
Muso
sempat menjadi pengurus Sarekat Islam pimpinan HOS. Tjokroaminoto.
Selain di Sarekat Islam, Musso juga aktif di ISDV (Persatuan Sosial
Demokrat Hindia Belanda).
2. Amir Syarifuddin
Saat
Indonesia baru merdeka, Amir Syarifuddin menempati sejumlah posisi
penting di pemerintahan. Dia pernah menjadi Menteri Penerangan, Menteri
Pertahanan, dan bahkan Perdana Menteri RI.
Saat berlangsung
Perjanjian Renville dengan Belanda, Amir bertindak sebagai negosiator
utama RI. Hasil perjanjian Renville ternyata tak menguntungkan RI,
karena Belanda hanya mengakui Yogyakarta, Jawa Tengah dan Sumatera.
Maka Amir pun dikecam oleh banyak kalangan, mengakibatkan Kabinet Amir
Syarifudin jatuh.
Untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal
28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR)
yang mengorganisir kaum tani dan buruh dalam rangka memperkuat basis
massa. FDR berhasil menghasut buruh, hingga terjadi pemogokan di pabrik
karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959.
Ketika
Musso tiba dari Moskow (11 Agustus 1948), Amir dan FDR segera bergabung
dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi
PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. Selanjutnya PKI banyak melakukan
kekacauan, terutama di Surakarta. Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan
daerah kacau (wildwest), sementara Madiun dijadikan basis gerilya.
Dia
menyertai Muso memproklamirkan Pemerintahan Republik Soviet Indonesia
di Madiun tanggal 19 September 1948. Saat pasukan TNI menyerbu, Amir
Syarifuddin, Muso dan pimpinan PKI Madiun lainnya melarikan diri.
Sebulan kemudian Amir ditangkap TNI di hutan kawasan Purwodadi.
Amir
dieksekusi mati bersama para pemberontak Madiun yang tertangkap.
Sebelum meninggal Amir menyanyikan lagu internationale, yang merupakan
lagu komunis. Tapi peluru seorang polisi militer mengakhiri hidupnya
sebelum ia menyelesaikan nyanyiannya.
3. DN. Aidit
Dipa
Nusantara (DN) Aidit adalah Ketua Umum Comite Central (CC) Partai
Komunis Indonesia. Ia mengambil alih partai itu dari komunis tua --
Alimin dan Tan Ling Djie -- pada 1954. Aidit hanya butuh waktu setahun
untuk membesarkan kembali PKI.
Di bawah kepemimpinannya, PKI
menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan
Tiongkok. Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok
masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia
(BTI), Lekra, dan lain-lain.
Dalam Pemilu 1955 partai itu sudah
masuk empat pengumpul suara terbesar di Indonesia. PKI mengklaim
beranggota 3,5 juta orang. Inilah partai komunis terbesar di dunia
setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina.
Dalam kongres partai
setahun sebelum pemilu, Aidit berpidato tentang "jalan baru yang harus
ditempuh untuk memenangkan revolusi." DN Aidit bercita-cita menjadikan
Indonesia negara komunis. Ketika partai-partai lain tertatih-tatih dalam
regenerasi kader, PKI memunculkan anak-anak belia di tampuk pimpinan
partai: D.N. Aidit, 31 tahun, M.H. Lukman (34), Sudisman (34), dan Njoto
(27).
Tapi semuanya berakhir pada Oktober 1965, ketika Gerakan 30 September gagal. DN Aidit langsung melarikan diri dari Jakarta ke daerah basis PKI di Yogyakarta. Aidit lalu berkeliling ke Semarang dan Solo. Dia masih sempat menemui beberapa pengurus PKI di daerah untuk melakukan koordinasi.
Melalui peran intelijen,
akhirnya DN Aidit ditangkap aparat militer pada tanggal 22 November 1965
jam 23:00 WIB. Aidit ditangkap dari tempat persembunyiannya di rumah
Kasim alias Harjomartono di Kp. Sambeng, Solo.
Aidit bersembunyi
dalam sebuah ruangan yang ditutup lemari. Kepada Komandan Brigif IV,
Kolonel Jasir Hadibroto, Aidit minta dipertemukan dengan Soekarno. Aidit
mengaku sudah membuat pengakuan tertulis soal G30S. Dokumen itu
rencananya akan diberikan pada Soekarno.
Tapi keinginan Aidit tak
pernah terpenuhi. Keesokan harinya, Jasir dan pasukannya membawa Aidit
ke sebuah sumur tua di belakang markas TNI di Boyolali. Aidit berpidato
berapi-api sebelum ditembak. Berondongan AK-47 mengakhiri hidup Ketua
Comite Central PKI itu. Kuburan pasti Aidit tak diketahui hingga kini.
Riwayat
DN Aidit adalah pemuda asal Belitung yang masuk ke Jakarta pada 1940.
Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial
Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis
Indonesia).
ia mulai berkenalan dengan orang-orang politik
Indonesia, seperti Adam Malik, Chairul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta,
dan Muhammad Yamin. Dan ia kemudian menjadi anak didik kesayangan
Hatta. Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi ideologi
politiknya.
Saat usianya baru 25 tahun, ia telah terlibat
pemberontakan PKI di Madiun, 1948. Setelah itu, ia raib tak tentu rimba.
Sebagian orang mengatakan ia kabur ke Vietnam Utara, sedangkan yang
lain mengatakan ia bolak-balik Jakarta-Medan. Dua tahun kemudian, dia
"muncul" kembali. Tahun 1954 Aidit berhasil mengambil alih pimpinan PKI.
4. MH. Lukman
Muhammad
Hatta (HM) Lukman, adalah orang kedua di Partai Komunis Indonesia
setelah Aidit. Bersama Njoto dan Aidit, ketiganya dikenal sebagai
triumvirat, atau tiga pemimpin PKI. Lukman mengikuti ayahnya yang
dibuang ke Digoel, Papua. Sejak kecil dia terbiasa hidup di tengah
pergerakan. Nama Muhammad Hatta diberikan karena Lukman sempat menjadi
kesayangan Mohammad Hatta, proklamator RI.
Setelah pemberontakan
Madiun 1948, triumvirat ini langsung melejit, mengambil alih
kepemimpinan PKI dari para komunis tua. Di pemerintahan, Lukman sempat
menjabat wakil ketua DPR-GR.Tak banyak data mengenai kematian Lukman.
Saat itu beberapa hari setelah Gerakan 30 September gagal, Lukman
diculik dan ditembak mati tentara. Mayat maupun kuburannya tak
diketahui.
Tokoh Politbiro Comite Central PKI Sudisman di
pengadilan menyebut tragedi pembunuhan Aidit, Lukman dan Njoto, sebagai
'jalan mati'. Karena ketiganya tak diadili dan langsung ditembak mati.
5. Nyoto
Njoto
atau Lukman Njoto adalah Wakil Ketua II Comite Central (CC) PKI. Orang
ketiga saat PKI menggapai masa jayanya periode 1955 hingga 1965. Njoto
juga kesayangan Soekarno. Njoto menjadi menteri kabinet Dwikora,
mewakili PKI. Dia salah satu orang yang dipercaya Soekarno untuk menulis
pidato kenegaraan yang akan dibacakan Soekarno.
Kematian Njoto
pun simpang siur. Kabarnya tanggal 16 Desember 1965, Njoto pulang
mengikuti sidang kabinet di Istana Negara. Di sekitar Menteng, mobilnya
dicegat. Njoto dipukul kemudian dibawa pergi tentara. Diduga dia
langsung ditembak mati.
Sama dengan kedua sahabatnya, Aidit dan Lukman, kubur Njoto pun tak diketahui.
Sumber : https://www.kompasiana.com/
0 Response to "Mengenal 5 Tokoh PKI Indonesia"
Post a Comment